Tak ada nama yang lebih terkenal dalam dunia perbankan internasional seperti keluarga Rothschild, selain keluarga Rockefeller
di Amerika Serikat. Meskipun demikian, hanya sedikit sekali fakta yang
dapat diperoleh mengenai keluarga ini. Berbagai legenda, mitos, dan
kisah mengenai keluarga ini telah banyak beredar, namun tak satupun dari
cerita tersebut yang berhasil mengungkap jati diri keluarga ini yang
sesungguhnya, sebuah keluarga yang mampu mengubah alur sejarah dan
memperjualbelikan kedudukan para negarawan, raja, bangsawan dan uskup
yang tak ubahnya sebuah komoditas dagang, lalu mencampakkannya bak baju
atau sepatu usang jika paranan mereka tak lagi diperlukan. Keluarga
inilah yang mendalangi berbagai revolusi, perang, dan pemberontakan,
serta mengubah konstelasi politik Eropa, Timur Tengah, dan Amerika
Serikat untuk selamanya. Dan keluarga Rothschild memiliki darah Yahudi,
sebuah fakta yang tak pernah sekalipun mereka sembunyikan atau samarkan.
Sepanjang catatan sejarah yang
terbentang dari India, Babilonia, hingga Palestina di masa yang lampau
industri finansial adalah sektor usaha yang paling banyak dikuasai oleh
bangsa Yahudi. Banker Yahudi mendominasi pasar-pasar uang di Frankfurt,
London, New York, dan Hong Kong. Kejayaan mereka telah menyebar ke
seluruh penjuru dunia sejak tahun 1917. Para pialang saham berdarah
Yahudi menjadi tulang punggung penggerak bursa efek London, Paris, dan
New York. Mereka mengendalikan fluktuasi harga logam mulia, permata, dan
mata uang di seluruh penjuru dunia.
Semua hal yang kami sampaikan adalah fakta.
Kami menuliskannya bukan dengan maksud
untuk menyindir suku bangsa tertentu, sebab bangsa Yahudi sendiripun
mengakui kebenaran hal ini. Saat Inggris mempersiapkan perang melawan
Jerman pada tahun 1910, para banker internasional yang berdarah Yahudi
memegang berbagai posisi penting di wilayah-wilayah yang strategis dan
di puncak piramida perbankan tersebut bertenggerlah nama keluarga
Rothschild beserta seluruh lembaga keuangan yang menjadi rekanannya. Di
Perancis ada nama Rothschild, Fould, Camondo, Pereira, dan Bischoffheim;
di Jerman ada nama Rothschild, Warschauer, Mendelssohn, Bleichroder; di
Inggris ada nama Sassoon, Stem, Rothschild, dan Montague; di Timur
Tengah ada nama Sassoon; di Rusia ada Gunzburg; sementara di Amerika
Serikat ada nama-nama seperti J.P. Morgan, Kuhn, Loeb and Co., Seligman
and Co., Speyer and Co., Warburg, dan Lazard Freres.
Di atas lembaga-lembaga keuangan
tersebut berdirilah House of Rothschild. Para kritikus mengatakan bahwa
Morgan dan Kuhn Loeb adalah tangan kanan Rothschild dan semua lembaga
perbankan tersebut memiliki afiliasi dengan bank-bank yang dimiliki oleh
Rothschild.
Lembaga-lembaga perbankan tersebut
bekerja secara bahu-membahu sebab mereka berspekulasi dengan cara yang
sama dan sama-sama memiliki hubungan yang erat dengan keluarga
Rothschild. Pendiri the House of Rothschild adalah Mayer Anselm Bauer
(Rothschild), putra dari Anselm Moses Bauer, seorang pedagang dari
Frankfurt. Ayahnya bekerja sebagai penjual barang baru dan bekas, koin
kuno, dan tukang kredit. Di depan kios mereka dipajang sebuah logo
berbentuk tameng berwarna merah, dan nama Rothschild dalam bahasa Jerman
berarti “Tameng Merah” yang diilhami oleh logo tersebut.
Rothschild diadopsi menjadi nama resmi
perusahaan dan nama keluarga mereka. Kegiatan usaha mereka berlokasi di
Judenstrasse, secara harfiah berarti “Jalan Yahudi” yang terlecak di
tengah-tengah pemukiman ghetto Frankfurt yang didiami oleh sekitar 550
keluarga.
Mayer Amschel (Rothschild) lahir pada
tahun 1743. Keluarganya secara turun-temurun bermukim di Frankfurt, Ada
juga referensi dari Museum Inggris yang menyebutkan bahwa keluarga
tersebut mulai bermukim di Frankfurt pada awal abad ke-16, dan pada abad
ke-18 anggota kelompok tersebut sudah cukup banyak.
Saya berhasil mengidentifikasi bahwa ada
dua belas orang Yahudi Frankfurt yang menjadi nenek moyang Mayer
Amschel. Mayer Amschel adalah anak tertua dari tiga bersaudara dan orang
tuanya bekerja di bidang keuangan. Amschel telah mengenal bisnis
finansial sejak usianya masih sepuluh tahun. Keluarga Amschel memilih
untuk menjalankan usaha pertukaran valuta asing sebab pada masa itu
Jerman terdiri dari 350 kerajaan kecil (princi-pality) dan setiap
kerajaan memiliki mata uang sendiri. Selain itu, warga Yahudi Frankfurt
juga dilarang untuk menjalankan jenis usaha lain yang sebenarnya
diperbolehkan bagi para warga non-Yahudi.
Jadi, tak diragukan lagi bahwa pada masa
itu hak kaum Yahudi teramat sangat dibatasi, bahkan beberapa jenis
batasan yang diberikan kepada mereka sangat tidak adil. Keluarga
tersebut mendiami sebuah rumah kayu berasitektur mock-Gothic. Rumah itu
ditinggali oleh Mayer Amschel, ibu, ayah, dan tiga orang saudara
laki-lakinya sejak tahun 1775, sebuah masa ketika wabah cacar merebak di
benua Eropa dan merenggut nyawa kedua orang tua Mayer. Keluarga besar
Mayer memutuskan untuk mendaftarkan Mayer ke sebuah sekolah para rabbi
di Furth namun Mayer sama sekali tak tertarik untuk mempelajari ilmu
keagamaan. Setelah tiga tahun menghabiskan masa hidupnya di Furth,
Mayyer Amschel keluar dari sekolah itu atas permintaannya sendiri
Siapapun pasti merasa kagum akan
keberanian yang dimiliki oleh pemuda itu untuk menentukan nasibnya
sendiri. Amschel pindah ke Hanover dan memulai kariernya dengan bekerja
secara “sukarela” sebagai buruh rendahan di bank yang bernama the House
of Oppenheimer. Enam bulan kemudian ia diangkat sebagai tenaga magang di
bank tersebut. Tak perlu waktu lama baginya untuk menyadari bahwa
kesuksesan di dunia perbankan hanya akan diraihnya jika ia mampu
mendapatkan perlindungan dari sang “pangeran” yang berkuasa di salah
satu principality di Jerman itu. Enam tahun kemudian, tepatnya pada
tahun 1770, ia meninggalkan Hanover dan kembali ke Frankfurt untuk
menikahi Gudule Schnapper.
Mayer dan Gudule (Gutta) tinggal di
sebuah ruangan yang terletak di atas toko tempat Mayer melakukan
transaksi barang bekas dan baru dengan pelanggannya, sebuah kegiatan
usaha yang juga pernah dilakukan oleh ayahnya. Beberapa jenis barang,
seperti lukisan dan furnitur, ia pajang di etalase tokonya yang
menghadap ke jalan raya. Di tempat inilah ia merintis pendirian “raksasa
perbankan” yang kelak akan mampu mengendalikan keuangan dunia dan
menaklukkan para pemimpin dunia, negarawan dan raja. Gudule melahirkan
lima orang anak untuk Mayer. Mayer selalu melakukan diskusi bersama
kelima orang anaknya di sebuah “meja kayu yang kusam”, begitulah cara
Spiridovich mendeskripsikan sebuah meja yang biasa dipakai oleh anggota
keluarga tersebut untuk berkumpul dan makan malam.
Anak cucu keturunan dinasti Rothschild
saat ini, (dari kiri) Baron Eric de Rothschild, Monsieur Phillipe Sereys
de Rothschild, Baronne Phillipine de Rothschild, Baronne Ariane de
Rothschild dan Baron Benjamin de Rothschild
Salah satu topik diskusi favorit
keluarga ini adalah mengenai pembagian wilayah kekuasaan finansial dunia
bagi kelima putra Rothschild. Di meja itu pulalah sang ayah sering
bercerita tentang empat orang cucu iaki-laki Charlemagne sang Penguasa
Romawi yang telah berhasil menaklukkan dunia dan berbagi visi hidupnya
dengan kelima orang putranya. Kelima orang putrinya sama sekali tak
pernah dilibatkan dalam diskusi tersebut. Karel yang Agung (Charlemagne)
(771-814 M) berpenampilan seperti orang Jerman pada umumnya, tingginya
sekitar enam kaki dan tubuhnya atletis. Ia memiliki kemampuan untuk
berbicara dalam bahasa Yunani dan Latin. Ia adalah Raja Perancbis yang
berhasil menjadi Penguasa Romawi pada tahun 800-814 SM. Meskipun sangat
me-ngagumi Charlemagne, Mayer Amschel sangat membenci segala hal yang
berbau “Romawi.” Di kemudian hari ia menyebut bangsa Romawi sebagai
“musuh utama kaum Bolsevik”, sebagaimana dituturkan oleh Sir Alfred Mond
dalam World Battle of the Jews. Samuel Gompers, dalam the Chicago
Tribune edisi 1 Mei 1922 menulis sebuah artikel mengenai Bolshevisme
yang sebenarnya ditujukan kepada Amschel:
Tidak ada lagi hal yang lebih rendah
dan tercela dibandingkan pengakuan terhadap tirani kaum Bolshevik,
segala bentuk kebijakan yang ditetapkan oleh para bankir Jerman dan
Anglo-Amerika adalah usaha paling berbahaya yang pernah dilancarkan oleh
kaum Bolshevik. Dana yang dimiliki oleh kaum Bolshevik ini berjumlah
milyaran dolar.
Kebencian Mayer terhadap bangsa Romawi
ini mungkin berakar dari fakta bahwa Frankfurt am Main adalah kota
tempat dipilih dan dinobatkannya para Penguasa Tahta Suci Romawi, tahta
yang diberikan oleh Gereja Katholik yang juga merupakan musuh utama kaum
Bolshevik. Namun ada pula beberapa orang ahli sejarah yang mengatakan
bahwa kebencian Amschel sesungguhnya dialamatkan kepada Rusia yang pada
saat itu merupakan sebuah negara dengan jumlah pemeluk agama Kristen
yang paling banyak di Eropa. Karena berbagai aturan yang diterapkan oleh
para pemeluk agama Kristen pula lah bangsa Yahudi kehilangan begitu
banyak hak hidup dan kesempatan kerja.
Sambil duduk mengelilingi meja tuanya,
Amschel memperingatkan kelima orang putranya untuk menjaga harta
kekayaan keluarga mereka dan tidak menikahi gadis yang berasal dari luar
keluarganya. Amschel menjelaskan mengenai hukum “neshek” bangsa Yahudi.
Kata ini sccara harfiah berarti “gigitan.”
“Gigitan” semacam ini hanya boleh
dilakukan terhadap bangsa non-Yahudi, bukan terhadap bangsanya sendiri.
Ia berpesan kepada kelima putranya untuk memegang teguh rahasia keluarga
tersebut, tak ada satupun orang di luar keluarga tersebut yang boleh
mengetahui berapa jumlah kekayaan keluarga mereka. Penulis buku The
Rothschilds: Financial Rulers of Nations, John Reeves, mengutip
perkataan MacGregor, pengarang buku The Kabbalah Unmasked yang
mengatakan sebagai berikut:
Kelima putra Amschel memulai kegiatan
usaha mereka di lima kota besar Eropa. Kelimanya saling menjaga
hubungan baik dan bahu-membahu. Bisnis keluarga Rothschild berkembang
pesat sejak tahun 1812. Jalinan bisnis antar-anggota keluarga Rothschild
kian hari kian solid. Semakin lama semakin mustahil untuk mengungkap
berbagai rahasia kotor yang ada di balik kemajuan bisnis mereka.
Kenyataannya, memang memperkaya diri mereka dengan cara ngacaubalaukan
kondisl keamanan dunia. Mayer Amschel adalah seorang laki-laki yang
memiliki nasib semujur Napoleon.
- Anselem Mayer, lahir tahun 1773 dan menikah dengan Eva Hannau.
- Salomon Mayer, lahir tahun 1774 dan menikah dengan Caroline Stern.
- Nathan Mayer, lahir tahun 1777 dan menikah dengan Hannah Levi Barnet Cohen pada tahun 1806.
- Karl, lahir tahun 1788 dan menikah dengan Adelaide Herz.
- Jacob (James), lahir tahun 1792 dan menikah dengan keponakannya Betty, putri dari Salomon, saudara kandungnya.
Anselem, putra tertua Amschel berhasil mendapatkan kehormatan untuk
bergabung sebagai anggota Royal Prussian Privy Council of Commerce,
Bavarian Consul, dan Court banker.
Penghormatan semacam itu terlihat
biasa-biasa saja jika diperoleh pada saat ini, ketika perbedaan kelas
sosial tak lagi dikenal. Beda halnya dengan Amschel di masa itu, yang
berhasil mendapatkan penghormatan tersebut pada saat pemisahan kelas
sosial diterapkan secara ketat dan tak ada sedikitpun kescmpatan bagi
“rakyat jelata” untuk memegang posisi penting semacam itu. Posisi
penting ini hanya boleh dipegang oleh anggota kaum bangsawan. Dan bangsa
Yahudi pada masa tersebut dengan terang-terangan telah dikecualikan
dari keanggotaan majelis tinggi semacam ini. Pengecualian itu juga
berhasil didapatkan oleh Salomon Mayer. Salomon berhasil masuk ke dalam
lingkaran kekuasaan dan menjadi salah satu orang kepercayaan Pangeran
Mettemich, sang penguasa bayangan Negara Austria.
Kelima putri Amschel sama sekali tidak diberi kesempatan untuk
menjalankan kegiatan usaha keluarga mereka maupun untuk mendapatkan
keuntungan darinya. Mereka semua benar-benar “disingkirkan”‘ dari
dinasti keluarga Rothschild. Kebanyakan dari mereka dinikahkan melalui
jalan “perjodohan” sebagaimana digambarkan oleh John Reeves:
Sepak terjang keluarga Rothschild diamati secara seksama oleh masyarakat sebagaimana sepak terjang para pejabat negara. Salah satu sumber mengatakan bahwa mustahil bagi kita untuk melacak nama seluruh anggota keluarga Rothschild sebab tidak ada satupun bukti fisik yang tersisa dari keberadaan mereka. (The Rothschild Financial Rulers).
Menjelang kematiannya, Mayer Amschel membaca sebaris isi Talmud dan
meminta agar keturunannya bersumpah untuk terus memegang teguh
persatuan keluarga dan tidak akan terpecah-belah satu sama lain.
Informasi ini diperoleh dari Mayor Jenderal Count Arthur
Cherep-Spiridovich, The Unrepealed History, dan beberapa buah artikel
yang disimpan di the British Museum London.
“Dan sungguh, engkau (Muhammad) akan mendapati mereka (orang-orang Yahudi), manusia yang paling tamak akan kehidupan (dunia), bahkan (lebih tamak) dari orang-orang musyrik. Masing-masing dari mereka, ingin diberi umur seribu tahun, padahal umur panjang itu tidak akan menjauhkan mereka dari azab. Dan Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan.”
(QS. AL BAQARAH AYAT : 96)
Labels:
info
Thanks for reading Dinasti Rothschild, Inilah Orang Paling Kaya di Dunia yang Tidak Pernah Dipublikasikan. Please share...!
0 Comment for "Dinasti Rothschild, Inilah Orang Paling Kaya di Dunia yang Tidak Pernah Dipublikasikan"